Sejarah dan
Pengertian Kota
Pada mulanya, kota merupakan
konsentrasi rumah tangga di pinggir-pinggir sungai yang diorganisasi
mengelilingi penguasa atau biasanya pemimpin agama atau pendeta gereja yang
kemudian diteruskan oleh kelompok pendeta yang menyelenggarakan pengendalian
yang sistimatis dan kontinyu terhadap panen, tenaga kerja dan lain-lain. Masih
dapat juga ditelusuri bahwa kota modern di barat pada abad pertengahan dan
bahkan sebelum revolusi industri umumnya masih tergantung dari sistem pertanian
yang notebene belum memakai alat mesin disamping beberapa kota yang sekaligus
memang menjadi pusat perdagangan Nasional dan Internasional. Keadaan tersebut
menjadi sebab kota berkembang sangat terbatas dan bila kota bertumbuh di luar
batas kemampuan suplai hasil pertanian (makanan) dari “hinterland”
(daerah sekitarnya) maka kota tersebut akan mengalami kesulitan makanan ; dan
untuk mempertahankan eksistensi pertumbuhan tersebut sering diperlakukan
penaklukan daerah sekeliling atau daerah lain demi memperbesar suplai bahan
makanan. Keadaan inilah yang sering dilakukan oleh penguasa kota di Romawi dan
Yunani dahulu.
Setelah revolusi industri, kota di
barat berkembang dengan sangat pesat dan merupakan asal-usul urbanisasi yang
paling berarti. Penduduk kota bertambah dengan drastis dan penduduk desa,
terutama yang dekat kota berkurang. Sebelum revolusi industri, pertumbuhan dan
perkembangan kota lambat dan bahkan konstan. Setelah revolusi industri
pertambahan penduduk bagaikan meledak hingga untuk pertama kalinya kota-kota di
barat melebihi kemampuan kota yang real, yaitu mulai dari penyediaan perumahan
yang layak, sarana pendidikan, lapangan kerja dan tempat rekreasi dan lain-lain
Dari peninjauan sejarah perkembangan
dan pertumbuhan kota secara spesifik diperoleh gambaran mengenai hal-hal yang
menyangkut : proses perkembangan dan pertumbuhan kota, faktor-faktor penggerak
perkembangan dan pertumbuhan kota, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat
dipakai didalam usaha pengarahan dan penyusunan arah dan besarnya perkembangan
dan pertumbuhan kota. Studi sejarah perkembangan dan pertumbuhan
kota yang spesifik ini jelas akan merupakan bagian yang penting didalam
penentuan kebijaksanaan dan pertimbangan didalam perencanaan untuk perkembangan
kota tersebut dimasa mendatang. Dari sejarah mengenai perkembangan dan
pertumbuhan kota dapat dianalisa apakah pola kecendrungan perkembangan dan
pertumbuhan yang berlaku sekarang itu mempunyai nilai yang negatif ataukah
positip untuk perkembangan kota selanjutnya. Apabila sifat dari pola dan
kecenderungan perkembangan dan pertumbuhan kota itu negatif maka didalam
kebijaksanaan perencanaannya perlu pengarahan kearah lain sedemikian rupa
sehingga perkembangan dan pertumbuhannya dapat diarahkan kepada
usaha-usaha perbaikan.
Perkembangan kota secara umum
menurut Branch (1995) sangat dipengaruhi oleh stuasi dan kondisi internal yang
menjadi unsur terpenting dalam perencanaan kota secara komprehensif . Namun
beberapa unsur eksternal yang menonjol juga dapat mempengaruhi perkembangan
kota. Beberapa faktor internal yang mempengaruhi perkembangan kota adalah :
1) Keadaan geografis mempengaruhi fungsi dan bentuk fisik kota. Kota yang
berfungsi sebagai simpul distribusi, misalnya perlu terletak di simpul
jalur transportasi, dipertemuan jalur transportasi regional atau dekat
pelabuhan laut. Kota pantai, misalnya akan cenederung berbentuk
setengah lingkaran, dengan pusat lingkaran adalah pelabuhan laut.
2) Tapak (Site) merupakan faktor-faktor ke dua yang mempengaruhi perkembangan
suatu kota. Salah satu yang di pertimbangkan dalam kondisi tapak adalah
topografi. Kota yang berlokasi didataran yang rata akan mudah berkembang
kesemua arah, sedangkan yang berlokasi dipegunungan biasanya mempunyai kendala
topografi. Kondisi tapak lainnya berkaitan dengan kondisi geologi. Daerah
patahan geologis biasanya dihindari oleh perkembangan kota.
3) Fungsi kota juga merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan kota-kota yang
memiliki banyak fungsi, biasanya secara ekonomi akan lebih kuat dan akan
berkembang lebih pesat dari pada kota berfungsi tunggal, misalnya kota
pertambangan, kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan, biasanya juga
berkembang lebih pesat dari pada kota berfungsi lainnya;
4) Sejarah dan kebudayaan juga mempengaruhi karekteristik fisik dan sifat
masyarakat kota. Kota yang sejarahnya direncanakan sebagai ibu kota kerajaan
akan berbeda dengan perkembangan kota yang sejak awalnya tumbuh secara
organisasi. Kepercayaan dan kultur masyarakat juga mempengaruhi daya
perkembangan kota. Terdapat tempat-tempat tertentu yang karena kepercayaan
dihindari untuk perkembangan tertentu.
5) Unsur-unsur umum seperti misalnya jaringan jalan, penyediaan air bersih
berkaitan dengan kebutuhan masyarakat luas, ketersediaan unsur-unsur umum akan
menarik kota kearah tertentu.
Pengertian
Perkembangan Kota
Menurut Ilhami (1988) sebagian besar
terjadinya kota adalah berawal dari dari desa yang mengalami perkembangan yang
pasti. Faktor yang mendorong perkembangan desa menjadi kota adalah karena desa
berhasil menjadi pusat kegiatan tertentu, misalnya desa menjadi pusat
pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pertambangan, pusat pergantian
transportasi, seperti menjadi pelabuhan, pusat persilangan/pemberhentian kereta
api, terminal bus dan sebagainya.
Pengertian kota menurut Dickinson
(dalam Jayadinata, 1999) adalah suatu pemukiman yang bangunan rumahnya rapat
dan penduduknya bernafkah bukan pertanian. Suatu kota umumnya selalu mempunyai
rumah-rumah yang mengelompok atau merupakan pemukiman terpusat. Suatu kota yang
tidak terencana berkembang dipengaruhi oleh keadaan fisik sosial.
Pola-Pola
Perkembangan Kota
Sesuai dengan perkembangan penduduk
perkotaan yang senantiasa mengalami peningkatan, maka tuntutan akan
kebutuhan kehidupan dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan teknologi
juga terus mengalami peningkatan, yang semuanya itu mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan akan ruang perkotaan yang lebih besar. Oleh karena
ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya
kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan
mengambil ruang di daerah pinggiran kota (fringe area). Gejala penjalaran areal
kota ini disebut sebagai “invasion” dan proses perembetan kenampakan fisik kota
ke arah luar disebut sebagai “urban sprawl” (Northam dalam Yunus, 1994).
Secara garis besar menurut Northam dalam
Yunus (1994) penjalaran fisik kota dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai
berikut :
a) Penjalaran fisik kota yang mempunyai sifat rata pada bagian luar, cenderung
lambat dan menunjukkan morfologi kota yang kompak disebut sebagai perkembangan
konsentris (concentric development).
b) Penjalaran fisik kota yang mengikuti pola jaringan jalan dan menunjukkan
penjalaran yang tidak sama pada setiap bagian perkembangan kota disebut dengan
perkembangan fisik memanjang/linier (ribbon/linear/axial development).
c) Penjalaran fisik kota yang tidak mengikuti pola tertentu disebut sebagai
perkembangan yang meloncat (leap frog/checher board development).
Jenis penjalaran fisik
memanjang/linier yang dikemukakan oleh Northam sama dengan Teori Poros yang
dikemukakan oleh Babcock dalam Yunus (1994), yaitu menjelaskan daerah di
sepanjang jalur transportasi memiliki mobilitas yang tinggi, sehingga
perkembangan fisiknya akan lebih pesat dibandingkan daerah-daerah di antara
jalur transportasi.
Pola pemekaran atau ekspansi kota
mengikuti jalur transportasi juga dikemukakan oleh Hoyt dalam Daldjoeni (1998),
secara lengkap pola pemekaran atau ekspansi kota menurut Hoyt, antara lain,
sebagai berikut :
1) Perluasan mengikuti pertumbuhan sumbu atau dengan kata lain perluasannya akan
mengikuti jalur jalan transportasi ke daerah-daerah perbatasan kota. Dengan
demikian polanya akan berbentuk bintang atau “star shape”.
2) Daerah-daerah hinterland di luar kota semakin lama semakin berkembang dan
akhirnya menggabung pada kota yang lebih besar.
3) Menggabungkan kota inti dengan kota-kota kecil yang berada di luar kota inti
atau disebut dengan konurbasi.
Senada dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Northam dalam Yunus (1994), mengenai perkembangan fisik kota
secara konsentris, Branch (1995) mengemukakan enam pola perkembangan fisik
kota, secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :
Selanjutnya berdasarkan pada
kenampakan morfologi kota serta jenis penjalaran areal kota yang ada, menurut
Hudson dalam Yunus (1994) mengemukakan beberapa model bentuk kota, yaitu
sebagai berikut :
a) Bentuk satelit dan pusat-pusat baru. Bentuk ini menggambarkan kota utama yang
ada dengan kota-kota kecil di sekitarnya terjalin sedemikian rupa,
sehingga pertalian fungsional lebih efektif dan lebih efisien.
b) Bentuk stellar atau radial. Bentuk kota ini untuk kota yang perkembangan
kotanya didominasi oleh ”ribbon development”.
c) Bentuk cincin, terdiri dari beberapa kota yang berkembang di sepanjang jalan
utama yang melingkar.
d) Bentuk linier bermanik, pertumbuhan areal-areal kota hanya terbatas di
sepanjang jalan utama dan pola umumnya linier. Pada pola ini ada kesempatan
untuk berkembang ke arah samping tanpa kendala fisikal.
e) Bentuk inti/kompak, merupakan bentuk perkembangan areal kota yang biasanya
didominasi oleh perkembangan vertikal.
f) Bentuk memencar, merupakan bentuk dengan kesatuan morfologi yang besar dan
kompak dengan beberapa ”urban centers”, namun masing-masing pusat mempunyai
grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain.
Dalam mengkaji perkembangan fisik
suatu kota, menurut Hagget (1970) dapat mengacu pada teori difusi atau teori
penyebaran/penjalaran yang mempunyai dua model yang masing-masing memiliki
maksud yang berbeda. Model-model tersebut adalah model difusi ekspansi dan
model difusi relokasi, dengan penjelasan berikut ini :
1) Model difusi ekspansi (expansion diffusion) adalah suatu proses penyebaran
informasi, material dan sebagainya yang menjalar melalui suatu populasi dari
suatu daerah ke daerah lain. Dalam proses difusi ekspansi ini informasi atau
material yang didifusikan tetap ada dan kadang-kadang menjadi lebih intensif di
tempat asalnya. Salah satu contoh proses difusi ekspansi adalah terjadinya
pertambahan jumlah penduduk dalam kurun waktu tertentu yang dibedakan dalam dua
periode waktu. Dengan demikian dalam ekspansi ruang terdapat pertumbuhan jumlah
penduduk, material dan ruang hunian baru.
2) Model difusi yang lainnya adalah difusi relokasi (relocation diffusion) adalah
suatu proses yang penyebaran keruangan, yaitu informasi atau material yang
didifusikan meninggalkan daerah asal dan berpindah ke daerah yang baru.
Untuk lebih jelasnya kedua metode
difusi tersebut dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini :
Faktor-Faktor
Penyebab Perkembangan Kota
Menurut Sujarto (1989) faktor-faktor
perkembangan dan pertumbuhan yang bekerja pada suatu kota dapat mengembangkan
dan menumbuhkan kota pada suatu arah tertentu. Ada tiga faktor utama yang
sangat menentukan pola perkembangan dan pertumbuhan kota :
a) Faktor manusia, yaitu menyangkut segi-segi perkembangan penduduk kota baik
karena kelahiran maupun karena migrasi ke kota. Segi-segi perkembangan tenaga
kerja, perkembangan status sosial dan perkembangan kemampuan pengetahuan dan
teknologi.
b) Faktor kegiatan manusia, yaitu menyangkut segi-segi kegiatan kerja, kegiatan
fungsional, kegiatan perekonomian kota dan kegiatan hubungan regional yang
lebih luas.
c) Faktor pola pergerakan, yaitu sebagai akibat dari perkembangan yang disebabkan
oleh kedua faktor perkembangan penduduk yang disertai dengan perkembangan
fungsi kegiatannya akan menuntut pola perhubungan antara pusat-pusat kegiatan
tersebut.
Daftar Pustaka:
Branch, Melville, 1955. Perencanaan
kota Komprehensif, pengantar dan penjelasan (terjemahan)
Catanese,
Anthony J. Snyder. James. C 1992. Perencanaan kota Penerbit erlangga. Jakarta.
Chapin.
F. Stuart. Jr. and Kaiser. Edward. J. 1979, urban land use planning, University
of illionis Press.
Daldjoeni,
1992. Geografi baru, organisasi keruangan dalam teori dan praktek. Penerbit
Alumni, bandung.
Daldjoeni,
N. 1998, Geografi Kota dan Desa. Penerbit Alumni, Bandung.
Hagget,
Peter. 1970, Geography, A Modern Synthesis. 3rd Edition, Harper and Row
Publisher, London.
Ilhami.
1990, Strategi Pembangunan Perkotaan di Indonesia. Penerbit Usaha Nasional,
Surabaya.
Jayadinata,
Johara T. 1992, Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Kota dan Wilayah. Penerbit
ITB, Bandung.
Sujarto,
Djoko, 1989, faktor sejarah Perkembangan kota dalam perencanaan perkembangan
kota. Bandung. Fakultas teknik sipil dan perencanaan bandung.
Sujarto,
Djoko. 1989, Faktor Sejarah Perkembangan Kota Dalam Perencanaan Perkembangan
Kota. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB, Bandung.
Sujarto,
Djoko. 1992, Perkembangan Perencanaan Tata Ruang Kota di Indonesia. Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan ITB, Bandung.
Yunus,
Hadi Sabari. 1994, Teori dan Model Struktur Keruangan Kota. Fakultas Geografi
UGM, Yogyakarta.
Yunus,
Hadi Sabari. 2000, Struktur Tata Ruang Kota. Penerbit Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Tesis
Fitri Susanti, Faktor Penyebab Terjadinya Perbedaan Karakteristik
Perkembangan Kota Air Molek, Pematang Reba Dan Rengat (Magister
Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD-UGM Tahun 2003)