Pengertian Sruktur Ruang
Ruang adalah
wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di
dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup, melakukan kegiatan serta meliharan kelangsungan hidupnya. Struktur ruang
adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana
maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi
yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud
struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun tidak.
Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona
lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis
dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang.
Struktur ruang
wilayah kota merupakan gambaran sistem pusat pelayanan kegiatan internal kota
dan jaringan infrastruktur kota sampai akhir masa perencanaan, yang
dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota dan melayani fungsi kegiatan
yang ada/direncanakan dalam wilayah kota pada skala kota, yang merupakan satu
kesatuan dari sistem regional, provinsi, nasional bahkan internasional. Rencana
sturktur ruang kota mencakup: rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan
kota, dan rencana sistem prasarana kota. Rencana pengembangan pusat pelayanan
kegiatan kegiatan kota menggambarkan lokasi pusat-pusat pelayanan kegiatan
kota, hirarkinya, cakupan/skala layanannya, serta dominasi fungsi kegiatan yang
diarahkan pada pusat pelayanan kegiatan tersebut. Sedangkan rencana sistem
prasarana kota mencakup sistem prasarana yang mengintegrasikan kota dalam
lingkup yang lebih luas maupun mengitegrasikan bagian wilayah kota serta
memberikan layanan bagi fungsi kegiatan yang ada/direncakan dalam wilayah kota,
sehingga kota dapat menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan tujuan
penataan ruang kota yang ditetapkan.
Menurut Nia K.
Pontoh & Iwan Setiawan (2008), unsur pembentuk struktur tata ruang kota
terdiri dari pusat kegiatan, kawasan fungsional, dan jaringan jalan. Kota atau
kawasan perkotaan pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu sistem spasial,
yang secara internal mempunyai unsur-unsur yang menjadi pembentuknya serta
keterkaitannya satu sama lain. Kota sebagai suatu sistem/tata ruang merupakan
wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak,
yang mencirikan kawasan dengan kegiatan utama bukan pertanian. Wujud struktural
pemanfaatan ruang kota adalah unsur-unsur pembentuk kawasan perkotaan secara
hierarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata
ruang kota. Wujud struktural pemanfaatan ruang kota di antaranya meliputi
hierarki pusat pelayanan kegiatan perkotaan, seperti pusat kota, pusat bagian
wilayah kota, dan pusat lingkungan; yang ditunjang dengan sistem prasarana
jalan seperti jalan arteri, kolektor, dan lokal.
Selain
pusat-pusat pelayanan kegiatan perkotaan dan kawasan fungsional perkotaan,
unsur pembentuk struktur tata ruang kota adalah sistem prasarana dan sarana.
Prasarana perkotaan adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan kawasan
permukiman perkotaan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Jenis prasarana :
Transportasi, Air bersih, Air limbah, Drainase, Persampahan, Listrik, dan
Telekomunikasi. Sarana perkotaan adalah kelengkapan kawasan permukiman
perkotaan, yaitu : Pendidikan, Kesehatan, Peribadatan, Pemerintahan dan
Pelayanan umum, Perdagangan dan Industri, dan sarana olahraga serta ruang
terbuka hijau.
Menurut Doxiadis
(1968), permukiman atau perkotaan merupakan totalitas lingkungan yang terbentuk
oleh 5 unsur :
a. Alam
(Nature)
Keadaan
permukiman perkotaan berbeda dengan permukiman perdesaan. Lansekap yang ada
biasanya lebih luas, dan biasanya berlokasi di dataran, dekat dengan danau,
sungai atau laut, dan dekat dengan rute transportasi. Hal ini cukup penting
untuk perumahan lebih dari 20.000 penduduk, dan menjadi prasyarat utama untuk
perumahan 100.000 penduduk atau lebih. Rumah-rumah kecil perkotaan, seperti
yang dibuat di masa lalu dengan alasan keamanan, mungkin terdapat di lembah,
puncak bukit atau gunung. Akan tetapi, perumahan yang dibangun sekarang, atau
perumahan-perumahan besar di masa lalu, membutuhkan dataran yang luas dan
kedekatan dengan jalur utama komunikasi untuk tetap bertahan.
b. Individu
Manusia (Antropos) dan Masyarakat (Society)
Perumahan
perkotaan berbeda dengan perumahan perdesaan, dan sebagian besar dikarenakan
perbedaan karakteristik dan perilaku. Semakin besar perubahan perumahan dari
desa ke kota, dan semakin besar kepadatan dan ukuran dari perumahan perkotaan,
semakin besar perbedaan di antara orang-orang. Dimensi dan karakteristik baru
dalam pola hidup perkotaan membutuhkan suatu mekanisme adaptasi dalam usaha
untuk mencapai atau melakukan penyesuaian terhadap sumberdaya baru dan kondisi
tempat tinggal. Di kota besar dengan kepadatan tinggi, terdapat perbedaan komposisi
umur dan jenis kelamin, dala struktur pekerjaan, dalam pembagian tenaga buruh
dan struktur sosial. Hal ini memaksa manusia untuk mengembangkan karakteristik
yang berbeda sebagai individual, kelompok, unt, dan komunitas. Manusia di
perumahan perkotaan adalah anggota dari komunitas yang lebih besar, masyarakat
luas, dan jangkauan interaksi sosialnya meningkat. Anggota keluarganya mendapat
dampak dari institusi sosial yang berbeda pada akhirnya mengambil alih fungsi
tertentu dari keluarga.
c. Ruang
Kehidupan (Shells)
Ruang
kehidupan dari perumahan perkotaan memiliki banyak karakteristik meskipun
ukurannya bervariasi. Semakin besar ukuran perumahan, semakin internasional
karakteristiknya; sementara semakin kecil ukurannya, semakin dipengaruhi oleh
faktor lokal. Hal ini terjadi karena sebagian besar perumahan kecil masih
dipengaruhi oleh budaya lokal di masa lalu, dan sebagian lagi karena intervensi
ekonomi yang ada lebih kecil bila dibandingkan dengan perumahan skala besar dan
hal ini memperkuat kekuatan lokal.
d. Jaringan
(Network)
Salah satu cara paling
mendasar untuk menggambarkan struktur permukiman adalah berhubungan dengan
jaringan dan terutama sistem sirkulasi – jalur transportasi dan titik-titik
pertemuan (nodal point). Tempat ini biasanya adalah suatu pusat dengan
ruang terbuka yang bisa mempunyai beragam bentuk mulai dari yang alami hingga
geometrik. Jika populasi telah tumbuh lebih dar beberapa ribu jiwa, sebuah
titik pertemuan bisa tumbuh mengikuti sepanjang jalan utama atau terpecah menjadi
dua atau lebih titik pertemuan lainnya. Pecahan titk pertemuan ini lebih kecil
bila dibandingkan titik pertemuan utama. Bila titik pertemuan semacam ini
terbentuk, hal ini agak mengurangi kepentingan nodal utama.
Dalam perspektif
yang berbeda, menurut Patrick Geddes, karakteristik permukiman sebagai suatu
kawasan memiliki unsur: Place (tempat tinggal); Work (tempat
kerja); Folk (tempat bermasyarakat). Di Indonesia, Kus Hadinoto (1970-an)
mengadaptasi karakteristikpermukiman sebagai suatu kawasan menjadi 5 unsur
pokok, yaitu :
·
Wisma : Tempat tinggal (perumahan)
·
Karya :
Tempat bekerja (kegiatan usaha)
·
Marga :
Jaringan pergerakan, jalan
·
Suka :
Tempat rekreasi/hiburan
·
Penyempurna :
Prasarana – sarana
Menurut Kevin
Lynch dalam The image of the city (1960) ada lima unsur dalam gambaran
mengenai kota yaitu :
1. Path,
Jalur yang biasa, sering atau potensial dilalui oleh pengamat, misalnya: jalan,
lintasan angkutan umum, kanal, rel kereta api. Manusia mengamati kota ketika
bergerak dalam “path”.
2. Edge,
Batas antara dua kawasan yang memisahkan kesinambungan, elemen linier yang
tidak dianggap/digunakan sebagai “path” oleh pengamat. Misalnya : pantai,
lintasan rel kereta api, dinding, sungai.
3. District,
Bagian kota berukuran sedang sampai besar, tersusun sampai dua dimensi yang
dapat dimasuki pengamat (secara mental), dan dapat diknali dari karakter
umumnya.
4. Node/core,
Titik/lokasi strategis yang dapat dimasuki pengamat. Dapat berupa konsentrasi
pengguanaan/cirri fisik yang penting. Misalnya : persimpangan, tempat
perhentian, ruang terbuka, penggantian moda angkutan, dan lain-lain.
5. Landmark, Titik acuan bersifat
eksternal yang tidak dapat dimasuki pengamat, biasanya berupa struktur fisik
yang menonjol. Apabila dilihat dari jauh, dari berbagai sudut pandang dan
jarak, di atas elemen lainnya, dijadikan acuan.
Menurut Eko
Budiharjo, Kota merupakan hasil cipta, rasa, karsa dan karya manusia yang
paling rumit dan muskil sepanjang peradaban. Struktur merupakan bentuk dan
wajah serta penampilan kota, merupakan hasil dari penyelesaian konflik
perkotaan yang selalu terjadi, dan mencerminkan perkembangan peradaban warga
kota maupun pengelolanya. Adapun
elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga, 2005: 97, yaitu:
· Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di
dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi
secara berkelompok dalam pusat pelayanan.
· Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur)
pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu
tempat.
· Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal
dari manusia dan ruang terbuka hijau.
· Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga
tempat di atas.
Struktur ruang
wilayah kabupaten merupakan gambaran sistem perkotaan wilayah kabupaten dan
jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan
wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi
sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem
jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh
daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai. (UU Penataan Ruang,
2007)
Dalam
Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa Struktur dan
pola pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan berisi :
a.
Arahan pengembangan dan distribusi penduduk;
b.
Arahan pengembangan sistem pusat-pusat
permukiman, termasuk sistem pusat jasa koleksi dan distribusi;
c.
Arahan pengembangan kawasan permukiman,
perindustrian, pariwisata, jasa perniagaan, dan kawasan lainnya;
d.
Arahan pengembangan sistem prasarana dan sarana
primer yang meliputi prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan,
dan prasarana pengelolaan lingkungan.
Teori Struktur Ruang
Teori-teori yang
melandasi struktur ruang kota yang paling dikenal yaitu :
1. Teori
Sektoral (Hoyt,1939)
Menyatakan
bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central
Bussiness District (CBD) memiliki pengertian yang sama dengan yang
diungkapkan oleh Teori Konsentris.
Model Zona Sektoral (Hoyt, 1939) |
2. Teori
Konsentris (Burgess,1925)
Menyatakan
bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central
Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah
kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi,
budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi
dalam suatu kota. Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) tersebut terbagi atas dua bagian,
yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan,
perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan
peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan
barang supaya tahan lama (storage
buildings).
Model Zona Konsentris (Burgess, 1925) |
Menyatakan bahwa Daerah
Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness
District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah
sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu “growing points”. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota,
berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik
spesialisasi pelayanan, seperti “retailing” distrik khusus perbankan, teater
dan lain-lain (Yunus, 2000:49). Namun, ada perbedaan dengan dua teori yang
disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat banyak
Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central
Bussiness District (CBD) dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak
selalu berbentuk bundar. Teori lainnya yang mendasari struktur ruang kota
adalah Teori Ketinggian Bangunan; Teori Konsektoral; dan Teori Historis.
Dikaitkan dengan perkembangan Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD), maka berikut ini adalah
penjelasan masing-masing teori mengenai pandangannya terhadap Daerah Pusat Kota
(DPK) atau Central Bussiness District
(CBD) :
Model Zona Inti Berganda (Harris and Ulman) |
Teori lainnya
yang mendasari struktur ruang kota adalah Teori Ketinggian Bangunan;Teori
Konsektoral; dan Teori Historis. Dikaitkan dengan perkembangan Daerah Pusat
Kota (DPK) atau Central Bussiness
District (CBD), maka berikut ini adalah penjelasan masing-masing teori
mengenai pandangannya terhadap Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) :
Teori Ketinggian
Bangunan (Bergel, 1955). Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota
dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) secara
garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas
sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara
vertikal. Dalam hal ini, maka di Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) paling
sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi
aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang
paling kuat ekonominya.
Teori
Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980). Teori Konsektoral dilandasi oleh struktur
ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa Daerah Pusat Kota
(DPK) atau Central Bussiness District
(CBD) merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan.
Di daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai
historis dari daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan
Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central
Bussiness District (CBD) di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat
yang digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah
pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk
tempat tinggal sementara para imigran.
Teori Historis
(Alonso, 1964). Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) dalam teori ini merupakan pusat
segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan daya tarik tersendiri dan
aksesibilitas yang tinggi.
Jadi, dari
teori-teori tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Daerah Pusat Kota
(DPK) atau Central Bussiness District
(CBD) merupakan pusat segala aktivitas kota dan lokasi yang strategis untuk kegiatan
perdagangan skala kota.
Bentuk dan Model Struktur Ruang
Bentuk struktur
ruang kota apabila ditinjau dari pusat pelayanan (retail) terbagi
menjadi tiga, yaitu (Sinulingga, 2005:103-105)
1.
Monocentric city
Monocentric city
adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah penduduknya belum banyak, dan
hanya mempunyai satu pusat pelayanan yang sekaligus berfungsi sebagai CBD (Central Bussines District).
2.
Polycentric city
Perkembangan
kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan tidak efisien lagi.
Kota-kota yang bertambah besar membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang
jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota. Fungsi pelayanan CBD diambil
alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub pusat kota (regional
centre) atau pusat bagian wilayah kota. Sementara itu, CBD secara
berangsur-angsur berubah dari pusat pelayanan retail (eceran) menjadi kompleks
kegiatan perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya dapat mencakup
bukan wilayah kota saja, tetapi wilayah sekeliling kota yang disebut juga
wilayah pengaruh kota.
CBD dan beberapa
sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota (regional centre) akan
membentuk kota menjadi polycentric city
atau cenderung seperti multiple nuclei
city yang terdiri dari:
a.
CBD, yaitu pusat kota lama yang telah menjadi
kompleks perkantoran
b.
Inner suburb (kawasan sekeliling CBD), yaitu
bagian kota yang tadinya dilayani oleh CBD waktu kota belum berkembang dan
setelah berkembang sebagian masih dilayani oleh CBD tetapi sebagian lagi
dilayani oleh sub pusat kota
c.
Sub pusat kota, yaitu pusat pelayanan yang
kemudian tumbuh sesuai perkembangan kota
d.
Outer suburb (pinggiran kota), yaitu bagian yang
merupakan perluasan wilayah kegiatan kota dan dilayani sepenuhnya oleh sub
pusat kota
e.
Urban
fringe (kawasan perbatasan kota), yaitu pinggiran kota yang secara
berangsur-angsur tidak menunjukkan bentuk kota lagi, melainkan mengarah ke
bentuk pedesaan (rural area)
3. Kota
metropolitan
Kota
metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit yang
terpisah cukup jauh dengan urban fringe dari kota tersebut, tetapi
semuanya membentuk satu kesatuan sistem dalam pelayanan penduduk wilayah
metropolitan.
Adapun
model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat – pusat pelayanannya
diantaranya:
a. Mono centered, terdiri dari satu pusat
dan beberapa sub pusat yang tidak saling terhubung antara sub pusat yang satu
dengan sub pusat yang lain.
b. Multi nodal, terdiri dari satu pusat dan
beberapa sub pusat dan sub sub pusat yang saling terhubung satu sama lain. Sub
sub pusat selain terhubung langsung dengan sub pusat juga terhubung langsung
dengan pusat.
c. Multi centered, Terdiri dari beberapa
pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu sama lainnya.
d. Non centered, pada model ini tidak
terdapat node sebagai pusat maupun sub pusat. Semua node memiliki hirarki yang
sama dan saling terhubung antara yang satu dengan yang lainnya.
Pusat kota
merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain politik, sosial budaya,
ekonomi, dan teknologi. Jika dilihat dari fungsinya, pusat kota merupakan
tempat sentral yang bertindak sebagai pusat pelayanan bagi daerah-daerah di
belakngnya, mensuplainya dengan barang-barang dan jasa-jasa pelayanan,
jasa-jasa ini dapat disusun menurut urutan menaik dan menurun tergantung pada
ambang batas barang permintaan. Pusat kota terbagi dalam dua bagian:
1. Bagian
paling inti (The Heart of The Area) disebut RBD (Retail Business
District)
Kegiatan
dominan pada bagian ini antara lain department store, smartshop, office
building, clubs, hotel, headquarter of economic, civic, political.
2. Bagian diluarnya disebut WBD (Whole Business
District) yang ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan untuk kegiatan
ekonomi dalam jumlah yang besar antara lain pasar dan pergudangan.
Sedangkan
menurut Arthur dan Simon (1973), pusat kota adalah pusat keruangan dan
administrasi dari wilayahnya yang memiliki beberapa ciri, yaitu
1. Pusat
kota merupakan tempat dari generasi ke generasi menyaksikan perubahan-perubahan
waktu.
2. Pusat
kota merupakan tempat vitalitas kota memperoleh makanan dan energi, dengan
tersebarnya pusat-pusat aktivitas seperti pemerintahan, lokasi untuk balai
kota, toko-toko besar, dan bioskop.
3. Pusat
kota merupakan tempat kemana orang pergi bekerja, tempat ke mana mereka ”pergi
ke luar”.
4. Pusat
kota merupakan terminal dari pusat jaringan, jalan kereta api, dan kendaraan
umum.
5. Pusat
kota merupakan kawasan di mana kita menemukan kegiatan usaha, kantor
pemerintahan, pelayanan, gudang dan industri pengolahan, pusat lapangan kerja,
wilayah ekonomis metropolitan.
6. Pusat
kota merupakan penghasilan pajak yang utama, meskipun kecil namun nilai
bangunan yang ada di pusat kota merupakan proporsi yang besar dari segala
keseluruhan kota, karena pusat kota memiliki prasarana yang diperlukan untuk
pertumbuhan ekonomi.
7. Pusat kota merupakan pusat-pusat fungsi
administratif dan perdagangan besar, mengandung rangkaian toko-toko eceran,
kantor-kantor profesional, perusahaan jasa, gedung bioskop, cabang-cabang bank
dan bursa saham. Dalam kota kecil yang swasembada, kawasan ini juga menyediakan
fasilitas perdagangan besar mencakup pusat-pusat administratif dan transportasi
yang diperlukan.
Sedangkan
pengertian sub pusat pelayanan kota adalah suatu pusat yang memberikan
pelayanan kepada penduduk dan aktivitas sebagian wilayah kota, dimana ia
memiliki hirarki, fungsi, skala, serta wilayah pelayanan yang lebih rendah dari
pusat kota, tetapi lebih tinggi dari pusat lingkungan.
Faktor-Faktor Timbulnya Pusat
Pelayanan
Faktor-faktor
yang menyebabkan timbulnya suatu pusat-pusat pelayanan, yaitu
1.
Faktor Lokasi
Letak suatu
wilayah yang strategis menyebabkan suatu wilayah dapat menjadi suatu pusat
pelayanan.
2.
Faktor Ketersediaan Sumber Daya
Ketersediaan
sumber daya dapat menyebabkan suatu wilayah menjadi pusat pelayanan.
3.
Kekuatan Aglomerasi
Kekuatan
aglomerasi terjadi karena ada sesuatu yang mendorong kegiatan ekonomi sejenis
untuk mengelompok pada suatu lokasi karena adanya suatu keuntungan, yang
selanjutnya akan menyebabkan timbulnya pusat-pusat kegiatan.
4.
Faktor Investasi Pemerintah
Ketiga faktor
diatas menyebabkan timbulnya pusat-pusat pelayanan secara ilmiah, sedangkan
faktor investasi pemerintah merupakan sesuatu yang sengaja dibuat (Artificial).